Search

Jumat, 30 Juli 2010

Sejarah Kerajaan Melayu


Kesultanan Johor yang terkadang disebut juga sebagai Johor-Riau atau Johor-Riau-Lingga adalah kerajaan yang didirikan pada tahun 1528 oleh Sultan Alauddin Riayat Syah, putra sultan terakhir Melaka, Mahmud Syah. Sebelumnya daerah Johor-Riau merupakan bagian dari Kesultanan Melaka yang runtuh akibat serangan Portugis pada 1511.
Pada puncak kejayaannya Kesultanan Johor-Riau mencakup wilayah Johor sekarang, PahangSelangor,SingapuraKepulauan Riau, dan daerah-daerah di Sumatera seperti Riau Daratan dan Jambi.
Sebagai balas jasa atas bantuan merebut tahta Johor Sultan Hussein Syah mengizinkan Britania pada1819 untuk mendirikan pemukiman di Singapura. Dengan ditandatanganinya Traktat London tahun1824 Kesultanan Johor-Riau dibagi dua menjadi Kesultanan Johor, dan Kesultanan Riau-Lingga. Pada tahun yang sama Singapura sepenuhnya berada di bawah kendali Britania. Riau-Lingga dihapuskan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1911.
Pada tahun 1914, Sultan Ibrahim, dipaksa untuk menerima kehadiran Residen Britania. Dengan demikian Johor efektif menjadi koloni Mahkota Britania.
Johor menjadi salah satu negara bagian Malaysia ketika negara itu didirikan pada 1963.

Perang Segi Tiga

Sultan Alauddin Riayat Syah membangun sebuah kota di Johor Lama yang terletak di tebing Sungai Johor dan dari situ dia melancarkan serangan terhadap Portugis di Melaka. Baginda senantiasa bekerjasama dengan saudaranya di Perak dan juga dengan Sultan Pahang untuk merebut Malaka kembali.
Pada masa yang sama, di sebelah utara Sumatera, Kerajaan Aceh mulai mengembangkan pengaruhnya untuk menguasai Selat Melaka. Selepas kejatuhan Malaka kepada Portugis yang beragama Nasrani, pedagang-pedagang Muslim mula menjauhkan diri dari Malaka dan singgah di Aceh. Melihat keadaan itu Portugis merasa tersaingi karena hasil perdagangannya semakin berkurang.
Portugis dan Johor senantiasa berperang yang menyebabkan Aceh melancarkan serangan terhadap kedua kekuatan itu. Kebangkitan Aceh di Selat Melaka mengakibatkan Johor dan Portugis berdamai dan bekerjasama melemahkan Aceh. Tetapi setelah Aceh menjadi lemah, Johor dan Portugis kembali berperang.

[sunting] Belanda di Melaka

Pada abad ke-17, Belanda tiba di Asia Tenggara. Belanda bukanlah sekutu atau kawan Portugis dan hal ini menyebabkan Belanda bersekutu dengan Johor untuk memerangi Portugis di Malaka. Akhirnya pada tahun 1641, Belanda dan Johor berhasil mengalahkan Portugis. Melaka kemudian menjadi milik Belanda sehingga Perjanjian Inggeris-Belanda 1824 ditandatangani.

[sunting] Perang Johor-Jambi

Pada waktu Perang Segi Tiga, Jambi yang berada di bawah kekuasaan Johor menjadi tumpuan ekonomi dan politik. Pada tahun 1666, Jambi mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Johor dan di antara tahun 1666 hingga tahun 1673 terjadi peperangan antara Johor dan Jambi. Ibu kota Johor, Batu Sawar dihancurkan oleh tentara Jambi. Hal ini menyebabkan ibu kota Johor berpindah-randah.
Pada tahun 1679, Laksamana Tun Abdul Jamil menyewa pasukan upahan Bugis untuk bersama-sama dengan pasukan Johor menyerang Jambi. Tidak lama kemudian Jambi pun berakhir.
Krisis antara Johor dan Jambi bermula disaat kedua belah pihak berselisih paham mengenai perebutan kawasan yang bernama Tungkal. Pada masa ini Johor diperintah oleh Sultan Abdul Jalil Syah III dan pemerintahan lebih banyak dimainkan oleh Raja Muda. Dalam usaha untuk mendapatkan Tungkal dari tangan orang Jambi, orang Johor telah menghasut penduduk Tungkal untuk memberontak. Hal ini menimbulkan kemarahan Pemerintah Jambi. Namun kekuatan Johor yang disegani pemerintah Jambi pada waktu itu menyebabkan Jambi memilih untuk berdamai. Ketegangan antara Johor dan Jambi dapat diredakan karena perkawinan antara Raja Muda Johor dengan Puteri Sultan Jambi pada tahun 1659.
Namun persengketaan antara Johor dan Jambi kembali meletus dikarenakan tindakan kedua-dua pihak yang saling menghina kedaulatan kerajaan masing-masing. Johor kembali berperang dengan membawa 7 buah kapal untuk menyerang perkampungan nelayan Jambi pada bulan Mei 1667. Kegiatan perdagangan semakin merosot akibat perperangan yang terjadi karena tidak ada jaminan keselamatan kepada pedagang untuk menjalankan perdagangan di kawasan bergolak ini. Hal ini menyebabkan kerugian ekonomi kepada Johor. Puncak peristiwa peperangan ini terjadi saat Pengeran Dipati Anum mengetuai sebuah angkatan perang untuk menyerang dan memusnahkan Johor secara mengejutkan pada 4 April 1673. Serangan ini telah melumpuhkan sistem pemerintahan kerajaan Johor. Dalam usaha menyelamatkan diri, Raja Muda bersama seluruh penduduk Johor telah lari bersembunyi di dalam hutan. Bendahara Johor ditawan dan dibawa pulang ke Jambi.
Sultan Abdul Jalil Syah III juga melarikan diri ke Pahang. Baginda akhirnya meninggal dunia di sana pada 22 November 1677. Perperangan yang menyebabkan kekalahan kerajaan Johor ini telah mengakibatkan kerugian yang besar kepada Johor kerana Jambi telah bertindak merampas semua barang berharga milik kerajaan Johor termasuk 4 tan emas, sebagian besar senjata api yang merupakan simbol kemegahan dan kekuatan Johor. Kehilangan senjata api dan tentara dalam jumlah besar menyebabkan kerajaan Johor tidak dapat berbuat apa-apa, dan hal ini secara tidak langsung meruntuhkan kerajaan Johor.

[sunting] Pengaruh Bugis dan Minangkabau

Sultan Mahmud Syah II wafat pada tahun 1699 tanpa meninggalkan harta warisan. Melihat keadaan itu, Bendahara Abdul Jalil melantik dirinya sebagai sultan baru yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV. Tetapi timbul ketidakpuasan di kalangan pembesar-pembesar lain atas perlantikan itu.
Orang Bugis yang memainkan peranan penting sewaktu Perang Johor-Jambi mempunyai pengaruh yang kuat di Johor. Selain daripada orang Bugis, orang Minangkabau juga mempunyai pengaruh yang kuat. Orang Bugis dan Minangkabau percaya dengan kematian Sultan Mahmud II, mereka dapat mengembangkan pengaruh mereka di Johor. Di kalangan orang Minangkabau terdapat seorang putra dari Siak yaitu Raja Kecil yang mengaku dirinya sebagai pewaris tunggal Sultan Mahmud II. Raja Kecil menjanjikan kepada orang Bugis bahwa apabila mereka menolongnya menaiki tahta kerajaan, dia akan melantik ketua orang-orang Bugis sebagai Yam Tuan Muda Johor.
Pada waktu itu orang-orang Bugis telah pergi ke Selangor untuk mengumpulkan orang-orangnya sebelum melancarkan serangan. Namun pada tahun 1717, Raja Kecil dan pasukan Minangkabau dari Siak telah menyerang Johor terlebih dahulu setelah terlalu lama menunggu kedatangan orang-orang Bugis. Pada 21 Maret 1718, Raja Kecil telah menawan Panchor. Raja Kecil melantik dirinya sebagai Yang Dipertuan Johor dan bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I. Setelah Raja Kecil berhasil menduduki tahta Johor, orang-orang Bugis datang menuntut janji untuk dilantik sebagai Yam Tuan Muda. Permintaan ini tidak dipenuhi Raja Kecil karena orang-orang Bugis tidak memberikan bantuan sebagaimana yang diminta oleh Raja Kecil.
Tidak puas dengan pelantikan Raja Kecil, bekas Bendahara Abdul Jalil meminta Daeng Parani, pemimpin orang Bugis, untuk menolongnya mendapatkan tahta. Permintaan ini disetujui orang-orang Bugis karena mereka juga kecewa tidak dapat menuntut jabatan Yam Tuan Muda. Pada tahun 1722, Raja Kecil terpaksa meletakkan tahta karena pengaruh Bugis. Anak Bendahara Abdul Jalil kemudiannya dilantik menjadi sultan dengan gelar Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah. Tetapi Sultan Sulaiman hanyalah seorang sultan boneka yang tidak mempunyai kekuasaan karena Daeng Merewah yang memegang kuasa sebagai Yamtuan Muda.

Raja-raja Johor

[suntingRaja-raja Kesultanan Johor-Riau (1528-1824)

  1. 1528-1564Sultan Alauddin Riayat Syah II (Raja Ali/Raja Alauddin)
  2. 1564-1570Sultan Muzaffar Syah II (Raja Muzafar/Radin Bahar)
  3. 1570-1571Sultan Abd. Jalil Syah I (Raja Abdul Jalil)
  4. 1570/71-1597Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Syah II (Raja Umar)
  5. 1597-1615Sultan Alauddin Riayat Syah III (Raja Mansur)
  6. 1615-1623Sultan Abdullah Ma'ayat Syah (Raja Mansur)
  7. 1623-1677Sultan Abdul Jalil Syah III (Raja Bujang)
  8. 1677-1685Sultan Ibrahim Syah (Raja Ibrahim/Putera Raja Bajau)
  9. 1685-1699Sultan Mahmud Syah II (Raja Mahmud)
  10. 1699-1720Sultan Abdul Jalil IV (Bendahara Paduka Raja Tun Abdul Jalil)
  11. 1718-1722Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecil/Yang DiPertuan Johor)
  12. 1722-1760Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (Raja Sulaiman/Yang DiPertuan Besar Johor-Riau)
  13. 1760-1761Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah
  14. 1761: Sultan Ahmad Riayat Syah
  15. 1761-1812Sultan Mahmud Syah III (Raja Mahmud)
  16. 1812-1819Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah (Tengku Abdul Rahman

Kamis, 29 Juli 2010

lmuwan AS Temukan Sel Hidup Sintetis Pertama

Ilmuwan Amerika berhasil mengembangkan sel hidup sintetis yang pertama, bisa dirancang sebuah sel bakteri yang akan menghasilkan obat
Hidayatullah.com--Tim yang dipimpin oleh Dr Craig Venter dari J Craig Venter Institute (JCVI) di Maryland dan California membangun "perangkat lunak genetik", sebuah bakteri yang kemudian ditransplantasikan ke sebuah sel.

Sebelumnya tim Dr Venter berhasil membuat genome bakteri sintetis dan memindahkan genome dari satu bakteri ke bakteri lainnya.

Namun kini para ilmuwan menerapkan dua metoda secara bersamaan untuk menciptakan --yang mereka sebut sebagai-- "sel sintetis", walau hanya genomnya saja yang benar-benar sintetis.

Mikroba yang dihasilkan itu terlihat dan berperilaku seperti spesis yang didikte oleh DNA sintetis.

Diharapkan pada akhirnya akan bisa dirancang sebuah sel bakteri yang akan menghasilkan obat, minyak, maupun bisa menyerap efek rumah kaca.
Kode genetik
Temuan yang dimuat di majalah Science ini disambut sebagai tonggak penting dalam ilmu pengetahuan, namun para pengkritik mengingatkan resiko yang muncul dari organisme sintetis.

Dr Venter sendiri mengibaratkan temuan tersebut seperti membuat perangkat lunak untuk sel.

Para peneliti mengkopi sebuah genome bakteri yang ada. Mereka kemudian menelusuri kode genetiknya dan kemudian menggunakan mesin sintetis untuk menyusun tiruan kimianya.

"Kini kita sudah mampu mengambil kromosom sintetis dan mentranplantasikan ke sel penerima, sebuah organisme yang berbeda," jelasnya kepada BBC.

"Begitu perangkat lunak baru ini masuk ke sel, maka sel membaca dan mengubahnya ke dalam spesis yang ditentukan oleh kode genetik itu."

Bakteri baru tersebut mengalami reproduksi miliaran kali dan menghasilkan tiruan yang dikendalikan oleh DNA sintetis.

"Inilah untuk pertama kalinya DNA sintetis mengendalikan penuh sebuah sel," kata Dr Venter.

Dan Dr Venter bersama rekannya berharap pada akhirnya mereka mampu merancang sebuah bakteri yang bisa berguna.

"Saya kira ini akan berpotensi pada revolusi industri yang baru," tambahnya

"Jika kita benar-benar mendapatkan sel-sel yang melakukan produksi yang kita inginkan, mereka bisa membantu kita terhenti dari kehabisan minyak dan memutar kembali kerusakan lingkungan, dengan menangkap karbon dioksida."
Potensi bahaya

Tim yang dipimpin Dr Venter sudah berkolaborasi dengan perusahaan farmasi dan minyak dalam merancang dan mengembangkan kromosom untuk bakteri yang bisa menghasilkan vaksin baru maupun minyak.

Namun para pengkritik mengatakan, potensi keuntungan yang dibawa oleh organisme sintetis dilebih-lebihkan.

Dr Helen Wallace dari Genewatch UK -yang mengawasi perkembangan teknologi genetika- mengatakan kepada BBC bahwa bakteri sintetis bisa berbahaya.

"Jika anda melepas organisme baru ke lingkungan, Anda akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki," katanya.

"Dengan melepas mereka ke kawasan polusi untuk tujuan membersihkannya, Anda sebenarnya melepas jenis polusi yang baru," tuturnya.

"Kita tidak tahu bagaimana organisme baru ini akan berperilaku dalam lingkungan."

Dan Dr Wallace menuduh Dr Venter mengecilkan dampak buruk yang terkandung.

"Dia bukan Tuhan. Dia sebenarnya amat manusiawi: mencoba mendapatkan uang untuk diinvestasikan ke dalam teknologinya dan menghindar dari regulasi yang akan membatasi penggunaannya."

Namun Dr Venter mengatakan, dia hanya mengarahkan diskusi tentang regulasi dalam lapangan ilmu pengetahuan yang relatif baru dan juga tentang implikasi etis dari kerjanya.

"Tahun 2003, ketika kita pertama kali membuat virus sintetis yang pertama, hal itu melewati kajian etis yang meluas sampai mencapai ke level Gedung Putih," jelasnya.

Dia menambahkan, masalah ini amat penting serta medesak agar diskusi diteruskan dan timnya ingin mengambil bagian di dalamnya. (hidayatullah.com)

Selasa, 20 Juli 2010

SEJARAH RIAU DAN KEPRI

Sejarah Riau

Provinsi Riau terbentuk tahun 1957 dengan Tanjung pinang sebagai ibukota sementara. Dikemudian hari ibukota Riau dipindah ke Pekanbaru. Tokoh yang menduduki jabatan gubernur Riau pertama adalah S.M. Amin.

Sejarah di Riau  terkait erat dengan Kerajaan Sriwijaya. Sejumlah ahli sejarah berpendapat bahwa kerajaan ini berpusat di Palembang karena disana ditemukan prasasti peninggalan Sriwijaya. Beberapa ahli sejarah lain mengatakan bahwa puat Kerajaan Sriwijaya adalah di Muaratakus (Riau). Masa kajayaan Kerajaan Sriwijaya adalah antara abad ke 11 sampai abad ke 12. ketika itu kekuasaan Kerajaan Sriwijaya meliputi eluruh wilayah Indonesia bagian barat dan seluruh Semenanjung Melayu.  

Pasca keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, di Riau muncul beberapa kerajaan. Salah satu kerajaan besar adalah Kerajaan Malaka yang didirikan oleh Prameswara pada awal abad ke 14. Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaannya pada era pemerintahan Sultan Muhammad Iskandar Syah pada awal abad ke 15. Kejayaan Malaka ini tidak lepas dari peran panglima angkatan lautnya, yaitu, Laksamana Hang Tuah.

Kekuasaan Kerajaan Malaka berakhir tanggal 10 Agustus 1511. ketika itu, Ketika itu, Malaka ditaklukan oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque. Sultan Mahmud Syah I yang berhasil menyelamatkan diri dari gempuran Portugis kemudian membangun kerajaan baru di Bintan. Kerajaan Melayu ini mewarisi kekuasaan Kerajaan Malaka yang meliputi Kelantan, Perak, Trenggano, Pahang, Johor, Singapura, Bintan, Lingga, Inderagiri, Kampar, Siak, dan Rokan.

Setelah merasa kuat, Sultan Mahmud Syah I merencanakan untuk melancarkan serangan balasan terhadap Portugis di Malaka. Dia kemudian melancarkan serangan berturut-turut tahun 1515, 1516, 1519, 1523, dan 1524. namun semua serangan tersebut tidak berhail menggoyahkan pertahanan Portugis. Bahkan kemudian Portugis melancarkan serangan balasan tahun 1526 dan berhasil menguasai Bintan.

Sultan Mahmud Syah I meninggal dunia tahun 1528 di Pekantua. Posisinya digantikan oleh putranya, yaitu, Sultan Alauddin Riayat Syah II. Dia melanjutkan kebijakan ayahnya dalam menyikapi penjajah. Pada masa kekuasaannya terjadi banyak peperangan melawan Portugis. Berbagai peperangan tersebut menelan korban jiwa yang tidak sedikit.

Selain itu, Kerajaan Melayu juga terlibat dalam beberapa kali pertempuran melawan Kerajaan Aceh. Hubungan anrata Melayu dan Aceh semakin memanas ketika Melayu menjalin kerjasama dengan Belanda untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Permusuhan antara kedua kerajaan tersebut berlangsung sampai Aceh mulai surut sepeninggal Sultan Iskandar Muda yang meninggal dunia tahun 1636.

Setelah itu, kekuatan Kerajaan Melayu terpusat untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Pada bulan Juni 1640, Kerajaan Melayu yang bekerjasama dengan Belanda melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Portugis kalah pada bulan Januari 1641.

Hubungan baik Kerajaan Melayu dengan Belanda berlangsung sampai tahun 1784. Tanggal 30 Oktober 1784, Kerajaan Melayu diserang Belanda dan ditaklukkan. Kerajaan Melayu kemudian mengakui kekuasaan Belanda, mulailah era kolonialisme di Keranaan Melayu.

Sebagai mana daerah lain di Indonesia, di Riau terjadi berbagai perlawanan bersenjata terhadap kolonialisme. Perlawanan besar dilakukan rakyat di daerah Rokan di bawah pimpinan Tuanku Tambusai (1820-1839). Sebelum berjuang melawan Belanda di Rokan, Tuanku Tambusai berjuang dalam perang Padri, bersama-sama gurunya, yaitu, Tuanku Imam Bonjol. Namun tuanku Tambusai tidak berhasil menghancurkan kekuatan Belanda. Dia kemudian menyingkir ke Malaka dan menetap di daerah Seremban.

Selain tuanku Tambusai, masih banyak tokoh lain yang mengobarkan perlawanan rakyat terhadap kolonoalisme Belanda. Namun semua perlawanan tersebut dapat dipatahkan Belanda. Beberapa tokoh yang memimpin perlawanan rakyat adalah Panglima Besar Sulung yang memimpin perlawanan rakyat Retih tahun 1857, Datuk Tabano di Muara Mahat (1898), dan Sultan Zainal Abidin di Rokan (1901-1904). Setelah berbagai perlawanan tersebut dapat diredam, Belanda semakin menancapkan kekuatannya di Riau.

Awal abad ke 20 merupakan era munculnya semangat nasionalisme. Tahun 1916 berdiri Serikat Dagang Islam di Pekanbaru, didirikan oleh Haji Muhammad Amin. Tahun 1930 berdiri Serikat Islam di Rokan Kanan, didirikan oleh H.M. Arif. Setelah itu muncul beberapa organisasi lain seperti Muhammadiyah.

Tahun 1942, Jepang masuk dan menguasai daerah Riau. Di era penjajahan Jepang ini, rakyat semakin sengsara karena seluruh kegiatan rakyat ditujukan untuk mendukung peperangan yang sedang dilancarkan Jepang di seluruh Asia Pasifik. Hasil pertanian rakyat dirampas dan penduduk laki-laki banyak yang dijadikan romusha.

Kabar tentang proklamasi kemerdekaan sampai ke Riau tanggal 22 Agustus 1945, namun teks lengkapnya baru sampai ke Pekanbaru seminggu kemudian. Meskipun sudah mengatehui dengan pasti perihal kemerdekaan, namun rakyat Riau tidak berani langsung menyambutnya. Hal ini karena tentara Jepang masih lengkap dengan senjatanya dan belum adanya pelopor yang meneriakan kemerdekaan.  Baru pada tanggal 15 September 1945, para pemuda yang tergabung dalam Angkatan Muda PTT berinisiatif untuk menyuarakan kemerdekaan, sejak hari tiu, pekik kemerdekaan terdengan diseluruh pelosok Riau.

Di awal kemerdekaan, Riau tidak langsung menjadi provinsi, melainkan menjadi bagian dari provinsi Sumatera. Pada saat Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi, yaitu, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan, Riau menjadi bagian dari Sumatera Tengah. Baru pada tahun 1957, status Riau meningkat menjadi Provinsi.