0/04/2008 - 05:56
Berburu Harta Karun ke Lingga
(lumbungbalitours.com)
Seorang pengumpul benda bersejarah, Tengku Kelana mengatakan di Batam, Sabtu (19/4), pada musim-musim tertentu harta karun yang terpendam di tanah berlumpur muncul ke permukaan. "Biasanya, usai musim hujan, setelah air laut pasang, barang-barang itu bermunculan ke permukaan tanah," katanya.
Hanya diperlukan kayu panjang untuk menemukan harta karun berupa keramik, patung-patung dan pernak-pernik peninggalan Kerajaan Lingga lain. Kayu panjang itu cukup ditusuk-tusukan ke dalam tanah berlumpur, bila kayu membentur benda keras, maka bisa dipastikan itu adalah harta karun.
Menurut Tengku, harta karun yang tersimpan di Pulau Kute tidak rusak meskipun berumur hingga ribuan tahun, karena karakteristik lumpur tidak merusak. "Kalau di pasir, keramik bisa bopeng-bopeng," katanya.
Kesultanan Riau-Lingga merupakan kerajaan Islam yang berdiri di Kepulauan Riau, Indonesia pada paruh pertama abad ke-19. Secara historis, kemunculan kesultanan ini bisa dirunut dari sejarah Kesultanan Malaka dan Johor. Ketika Kesultanan Malaka berdiri pada abad ke-15, Riau-Lingga merupakan daerah yang termasuk dalam kekuasaan Malaka.
Di saat Malaka runtuh karena serangan kolonialis Portugis, muncul kemudian Kerajaan Riau-Johor yang menggantikan posisi Malaka sebagai representasi kekuatan politik puak Melayu di kawasan tersebut. Ketika itu, Riau-Lingga termasuk wilayah yang berada dalam kekuasaan Riau-Johor.
Dalam perkembangannya, Kerajaan Riau-Johor pun melemah akibat faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang paling berpengaruh adalah konspirasi jahat kolonial Inggris dan Belanda yang terangkum dalam Traktat London yang ditandatangani pada tanggal 17 Maret 1824. Isi traktat membagi wilayah kerajaan Melayu menjadi dua pemilik, Inggris dan Belanda.
Semenanjung Malaya dan Singapura menjadi milik Inggris, sedangkan Sumatera dan Jawa menjadi milik Belanda. Akibat dari penerapan isi perjanjian tersebut adalah terpecahnya kerajaan Melayu menjadi dua, Johor di Malaysia dan Riau-Lingga di Kepulauan Riau.
Sejak tahun 1824 itu, Riau-Lingga resmi berdiri dan menjadi kerajaan yang terpisah dari Johor. Sultan pertama yang menduduki tahta di Riau Lingga adalah Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah.
Ihwal harta karun yang ditemukan di Pulau Kute berasal dari kapal-kapal asing yang karam saat melintasi Selat Malaka. Karena berbentuk teluk, maka sisa-sisa kapal yang tenggelam terkumpul di sana. Mungkin juga berasal dari kapal perompak yang karam.
Karakteristik tanah yang berlumpur diperkirakan menahan benda sejarah itu tertahan saat air laut surut, sehingga tidak terbawa arus laut.
Di rumah seorang warga terdapat beberapa keris khas Melayu peninggalan Kerajaan Lingga. Warga Lingga lain menemukan patung Marcoplo yang kini telah dibeli warga Belanda.
Beberapa warga Lingga menjadikan jual beli harta karun itu sebagai penghasilan tambahan, karena harga barang sejarah itu ditawarkan dengan harga tinggi oleh rumah lelang di Singapura.
Setiap bulan, rumah lelang mengeluarkan daftar barang prasejarah yang dicari, berikut tawaran harga dalam sebuah buku. Dari buku tersebut, warga Lingga mencocokan benda yang mereka miliki.
Tengku Kelana pernah menjual piring seharga puluhan juta. Akhir Maret 2008, mangkuk milik Tengku ditawar Rp300 juta oleh makelar asal Malaysia. Mangkuk yang diperkirakan berumur sekitar 1.000 tahun, peninggalan Dinasti Ming itu istimewa, karena makanan yang diletakan di atasnya anti basi.
"Ketika dites, santan diletakkan di atasnya selama tiga hari, dan hasilnya tidak basi," katanya. Namun, ia menolak untuk menjualnya.
Selain itu, tiga piring berusia 800 tahun peninggalan Dinasti Sung juga ditaksir ratusan juta rupiah. Tiga piring berbeda ukuran itu bermotof ikan, sisik ikan timbul berwarna putih, menurut Tengku, itu ciri-ciri peninggalan Dinasti Sung, berdasarkan buku yang ia baca.
Keturunan Raja Lingga itu juga mengoleksi berbagai jenis uang koin tua, di antaranya koin viktoria, yang pada badan koin tercantum tahun 1883. Ada juga uang satu dolar Hongkong tahun 1867. Di rumahnya terdapat tiga gramophon buatan Inggris dan Amerika, produksi 1889 dan 1887. Semuanya ditemukan di sekitar Lingga